Langsung ke konten utama

Kiat mudah (meski tidak mudah-mudah amat) mendapat pekerjaan setelah lulus kuliah


Jika ada orang yang mengatakan "Rejeki sudah ada yang atur", itu sepenuhnya tidak salah, karena yang mengatur adalah Anda sendiri. 

Jaman sekarang tidak usah terlalu berharap mau mendapat pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikan (ijazah) kalau kenyataannya memang Anda tidak ahli di bidang itu. Nilai bisa bohong, pengetahuan tidak. Kalau pun ada yang mendapat pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikannya (ijazahnya), dan mungkin Anda salah satunya. Saya ucapkan selamat. 

Tetapi jika Anda masih berpikir Anda harus bekerja sesuai dengan Ijazah? Anda salah. Menurut pengamatan, latar belakang pendidikan bukan lagi syarat utama untuk bekerja di satu instansi. Bukan maksud merendahkan, seolah kuliah bertahun-tahun tidak punya arti sama sekali selain hanya untuk mendapat selembar ijazah. Misalnya, dulu Anda kuliah jurusan A, tetapi malah diterima bekerja di bidang E. Tidak salah, syukur. Pencari tenaga kerja memang tidak menanyakan apa agamamu, eh maksudnya, Anda sarjana apa, melainkan Anda bisanya apa? Ini fakta, bahwa latar belakang pendidikan bukan lagi sebagai syarat utama dalam mencari kerja. Data Kementerian tenaga kerja juga mengungkapkan hanya 35% yang bekerja sesuai ijazahnya, artinya 65% bekerja tidak sesuai yang digelutinya dulu. 

Ini seharusnya merupakan kabar gembira, bahwa Anda bisa bekerja di mana pun. Bahwa Anda tidak perlu takut tidak mendapat pekerjaan. Bahwa masalah pengangguran bisa sedikit teratasi dengan cara seperti ini. Bahwa selalu ada celah dalam kesulitan. Tetapi rupanya, bagaimana pun, selalu saja ada yang sulit mendapat pekerjaan. Sangat mudah ditemui. Saking banyaknya, pengangguran malah menjadi satu kebanggaan. Tak jarang caption "selamat (aku) menjadi pengangguran" sering ditemui di lini masa media sosial disertai foto-foto perayaan sarjana. 

“Bukannya mendoakan untuk segera mendapat kerja malah didoakan untuk jadi pengangguran. Huuu”.

Nah, karena itu, berikut beberapa kiat biar Anda mudah mendapat pekerjaan, agar Anda bukan bagian dari mereka yang mendapat gelar sarjana tapi malah susah dapat kerja. Semoga dengan kiat ini, bisa merubah sudut pandang Anda ke arah yang lebih luas. Merubah pikiran Anda dari yang tadinya sempit ke arah yang lebih “realistas”. Membantu Anda untuk mendapat pekerjaan yang Anda cintai. Bukan semata  sesuai ijazah.

1. Minat
Masalah minat menjadi alasan utama kenapa banyak mahasiswa yang setelah lulus susah dapat kerja. Minat sendiri diartikan sebagai ketertarikan seseorang pada satu atau lebih bidang tertentu. Sementara, banyak dari pencari kerja tidak mengetahui ketertarikannya terhadap sesuatu seperti apa. Berbeda saat waktu masih kuliah dulu, kita selalu tertarik pada sesuatu: belanja, kegiatan, organisasi, dll. Ini yang jarang diteruskan oleh mereka dalam mencari kerja. Perlu ada minat dalam mencari kerja, Karena rasa minat membikin daya tarik seseorang hingga melakukan sesuatu secara terus menerus. Termasuk juga dalam mencari kerja. Contoh: jika Anda minat di bidang teknologi, carilah pekerjaan yang menggeluti bidang teknologi. Minat berbisnis, mulailah dengan usaha kecil-kecilan. Tak peduli Anda ijazah apa. Jadi, tentukan minat Anda.

2. Bakat.
Bakat adalah potensi yang perlu diasah menjadi "skill". Setiap orang dianugerahi potensi dalam dirinya. Yang jadi masalah sehingga tak sedikit sulit mendapat pekerjaan adalah jarang ada yang mengasahnya menjadi "skill" sesuatu yang bisa jadi pegangannya dalam mencari kerja. Bakat sering kali menjadi kendala seseorang dalam mencari kerja. Banyak dari mereka tidak tahu bakat yang mereka punya. Padahal bakat bisa menjadi sumber energi positif dalam bekerja. Seorang Rhoma Irama tidak mungkin menjadi raja Dangdut jika ia tidak mengasah kemampuan menyanyinya dengan berlatih secara terus-menerus. Jadi, asah terus bakat yang Anda punya.

3. Passion.
Alasan utama yang sering menjadi kendala seseorang sulit mendapatkan pekerjaan adalah Passion. Passion merupakan hal utama yang perlu diperhatikan dalam mencari kerja. Passion berbeda dengan minat, sebaliknya minat bisa membawa Anda pada Passion tetapi memerlukan komitmen yang tinggi, ketekunan dan keseriusan. Bukan hanya sekadar suka atau tertarik. Jadi untuk mendapatkan kerja yang sesuai dengan kemampuan Anda tentukan Passion Anda. 

4. Nepotisme
Tidak bisa dipungkiri bahwa praktik Nepotisme atau biasa diistilahkan sebagai "dekkeng" (dibaca: orang dalam) merupakan alasan seseorang susah-mudahnya mendapatkan pekerjaan. Meski pada dasarnya para pencari tenaga kerja tidak ada yang mengakui praktik tersebut, tetapi produk Orde Baru ini memang masih digunakan sampai pada pasca reformasi. Jadi, jika Anda ingin bekerja tetapi nilai ijazah minus, tidak punya minat, bakat dan Passion. Maka carilah tempat di mana ada sanak keluarga, kenalan, atau sejenisnya yang bekerja di tempat tersebut. Dengan begitu, Anda akan lebih mudah mendapat pekerjaan.

Dengan mempraktikkan kiat-kiat tadi akan membantu mempermudah langkah Anda dalam mencari/menentukan pekerjaan jauh lebih mudah. Semoga setelah membaca tulisan yang ditulis oleh orang yang belum bekerja, jangankan bekerja, sarjana saja belum, dapat bermanfaat bagi Anda yang sedang bingung mencari pekerjaan. Dan lebih penting, Anda tidak percaya pada tulisan ini. Penulis berpesan, jika ada pembaca yang tidak mengerti hendaklah untuk tidak bertanya, abaikan saja!
Terima Kasih.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menakar Keterbukaan Media Sebagai Penyedia Informasi di Masyarakat.

OPINI-Adhe Junaedi Sholat “Media harus dievaluasi agar tidak sekedar basa basi. Saatnya media terbuka dan transparan". Akhir-akhir ini masyarakat diresahkan oleh penyebaran informasi yang tersebar luas di Internet, yang jika dicermati hanya sekadar basa basi tanpa didasari oleh fakta yang ada. Penyebaran informasi di negeri ini lambat laun mengalami fase kepudaran. Desain informasi yang syarat akan makna dan kebenaran, kini syarat akan kepalsuan yang didasarkan akan kepentingan yang tiada batas. Para penyebar informasi palsu tak mengenal ruang. Ujaran fitnah dan isu SARA kian hari semakin membludak dan mengadu domba masyarakat. Oknum media sosial memanfaatkan situasi yang ada, yang sarat dengan perseteruan karena racun benci dan dendam, menambah kekacauan karena politisasi isu SARA. Jika ini terus dibiarkan dan menganggap masalah ini adalah hal yang biasa-biasa saja, maka nasib bangsa ini semakin mengerdil dan tidak mencerminkan bangsa yang menjunjung nilai-nilai keadilan,

Gedung Baru Harapan Baru

Gedung Baru Harapan Baru Gambar diambil dari Washilah.com “semoga euforia ini menjadi pemicu untuk meningkatkan kualitas seorang mahasiswa dan alumni UIN Alauddin” Para mahasiswa, guru besar, pejabat universitas dan pegawai/dosen boleh tersenyum bangga. Karena hiruk-pikuk persiapan penyambutan kedatangan Wakil Presiden H. M Jusuf Kalla bulan lalu, terbilang sukses di mata mereka. Tanpa membahas lebih jauh, yang pasti sambutan/orasi ilmiah Pak Jusuf Kalla mengobati rasa rindu mahasiswa UIN Alauddin akan sosok orang penting di Indonesia. Sebab, rupanya sudah lama Universitas tercinta ini tidak masuk dalam daftar kunjungan Presiden atau Wakil Presiden ketika salah satunya sedang berkunjung ke Sulawesi Selatan.  Pagar, trotoar, jalanan dan yang lainnya didandani seindah mungkin. Umbul-umbul menari-nari ditiup angin. Termasuk sterilisasi gedung Auditorium oleh Pasukan Pengamanan Wakil Presiden. Sayangnya, hari itu seluruh kegiatan perkuliahan sengaja diliburkan, sehingga han

PEREMPUAN: BANYAK AKAL BANYAK JURUS

PEREMPUAN: BANYAK AKAL BANYAK JURUS Sesulit-sulitnya jadi (maha) siswi, ia selalu punya cara untuk bermain curang dan bahagia selanjutnya. (Maha) siswi juga bebas gosip sana-sini, membicarakan sesama teman perempuan maupun laki-laki, bebas mengeluh apa saja sama dosen dan di akun media sosial pribadinya, dan tetap merasa benar di kemudian hari.  Bagaimana dengan (maha) siswa? Tentu tidak bisa begitu. Ruang gerak laki-laki sungguh terbatas. Pihak birokrasi tentu akan segera memblok akun sosial media (maha) siswa yang nyinyir-nyinyir apalagi joget-joget di ruang jurusan terlebih talekang . Meski begitu, dari sepengetahuan teman, saya cukup tegar menghadapi kenyataan bahwa (maha) siswi dan (maha) siswa begitu dibedakan dalam hal mencuri hati birokrasi. (Maha) siswa yang tidak ber IPK tinggi dan tidak pandai melempar gagasan apa pun jika diskusi berlangsung di kelas, barangkali ditakdirkan dengan kesialan se-sial-sialnya (maha) siswa. Demi penjual ‘ pop-ais ’ saya yakin,