Langsung ke konten utama

Dosen Killer memang Menyebalkan. Inilah Dosen yang Mendapat Julukan Dosen Killer di Jurusan saya

Foto oleh Medium.com

Sebagai siswa saya sebenarnya tidak percaya istilah dosen killer atau istilah lain. Menurut saya dosen sama saja. Dosen ya dosen, tugasnya mengajar/membimbing siswa. Ada pun bagaimana caranya tergantung dari masing-masing dosen. Siswa tidak boleh cengeng lebih-lebih menyimpan dendam. Hu.

Sama seperti halnya kalian yang punya cara sendiri membujuk pacar ketika baru saja bertengkar. Dosen juga seperti itu, punya cara sendiri menghadapi siswanya. Ada yang menurut siswa baik, pun ada juga mengatakan killer (jenis dosen paling tidak disukai banyak siswa). Biasanya dosen yang killer ini paling sering diceritai oleh siswa dengan sinis, mulai dari cara jalannya, cara berpenampilannya, apa kendaraannya, juga bagaimana keharmonisan keluarganya, macam-macam. Sementara dosen yang siswa anggap killer mendominasi populasi dosen di fakultas-fakultas universitas. Nah loh.

Seperti alinea pertama tulisan ini, saya sudah mengatakan bahwa saya tidak percaya istilah dosen killer. Siswanya saja yang lembek, baperan, tidak punya mental, manja, dll. Apa-apa selalu saja mau serba cepat. Instan. Baru dibentak sudah down. Payah. Sementara siswa seperti ini juga mendominasi populasi siswa di fakultas-fakultas universitas. Jika keadaan seperti ini terus, bukan tidak mungkin, dosen dan siswanya tidak lagi saling membutuhkan, tidak lagi saling lempar senyum, tidak lagi saling canda, tidak lagi tukaran nomor whatsapp. Padahal, hubungan baik siswa dan dosen adalah fondasi kuat membangun citra fakultas, citra universitas.

Saya membayangkan betapa susahnya menjadi dosen. Selalu saja serba salah. Harga diri dikuras habis. Difitnah sana-sini. Giliran memutuskan menjadi lembut pun tidak juga pas di mata siswa. Pokoknya menjadi dosen tidaklah mudah seperti yang siswa pikirkan. Nah, berikut ini adalah beberapa  dosen killer katanya di jurusan saya yang kebanyakan siswa lain anggap. Selain saya!

1. Pak Rahman. Saya selalu mendengar nama ini disebut siswa lain, ketika sedang menikmati waktu senggang di sela-sela perkuliahan. Ada yang mengatakan, perihal nilai Pak Rahman itu pelit. Sungguh pelit. Saking pelitnya, dapat nilai C saja banyak siswa lain sujud syukur. 

Ya iyalah kalau tidak pantas dapat nilai yang jangan kasih nilai.

Pak Rahman merupakan dosen di jurusan saya. Hampir setiap hari ia terlihat di fakultas. Pria bermotor mio soul ini ternyata menurut siswa lain, termasuk dosen killer. Meski demikian, Pak Rahman, begitu ia disapa, kadang sesekali juga terlihat bercanda dengan siswa lain. Juga murah senyum. Jangan-jangan itu hanya. . . 

2. Pak Aulia. Dosen penggemar Chealsea FC dan PSM ini, belum lama ini melangsungkan pernikahannya dengan kekasih tercinta (semoga cepat dikaruniai momongan). Meski pernah diajar saya tidak terlalu akrab dengan beliau, tapi bukan berarti kami tidak pernah saling menyapa satu sama lain, kadang pula kami biasa saling balas komentar di status Facebook. 

Tapi ternyata dosen ekonomi internasional ini juga dianggap killer oleh banyak siswa lain, paling banyak siswa baru. Katanya, seperti mata kuliahnya, ia kadang berbicara kebarat-baratan, yang membuat banyak siswa kurang mengerti ketika beliau sedang menjelaskan. Kalau tidak mengerti ya bertanya! Pikirku.

3. Pak Sirajuddin. Pak Siraj begitu ia disebut. Bukan hanya sebatas dosen, melainkan beliau juga merangkap sebagai ketua jurusan di fakultas saya. Semenjak kepemimpinan beliau, alhamdulillah banyak perubahan terjadi dan tentunya ke arah lebih baik. Tapi tetap saja, beliau masih tetap dianggap salah satu dosen killer, dosen paling ditakuti. Padahal, menurut saya, Pak Siraj ini sosok dosen yang dekat dengan siswa, murah senyum dan sedikit jahil (suka bercanda). 

4. Pak Wahab. Selain dosen beliau juga menjabat sebagai wakil dekan. Sebagai pembantu dekan, waktu beliau dihabiskan di fakultas. Dosen satu ini paling ditakuti di fakultas saya. Sudah banyak siswa lain yang mengeluh, jengkel ketika tahu kalau mereka akan berhadapan dengan beliau. Dosen Makro-Mikro ini memang dikenal sangat detail, tegas dan disiplin. 

Karena dianggap killer, banyak siswa yang memilih untuk menghindari dosen satu ini, pokoknya tidak berurusan dengan dosen ini, bagaimana pun caranya. Tapi banyak juga yang harus lapang dada ketika mengetahui bahwa ia akan berurusan dengan Pak Wahab. Sentak bumi terasa bergoyang, bangunan runtuh di mana-mana. Hujan, badai, semua terjadi di waktu bersamaan.

Itulah beberapa yang katanya dosen killer di jurusan saya paling sering disebut siswa lain. Meski ada juga berpendapat tidak demikian, termasuk saya di dalamnya, bahwa setiap dosen sama saja, bekerja sesuai ketentuan, aturan dan koridor yang ada. 

Hemat saya bahwa dosen killer itu memang tak ada--yang ada siswanya saja baperan, lembek. Karena, seorang siswa harus bisa memahami tingkah dosen, tahu arti dari sikap seorang dosen. Dan setiap dosen memiliki alasan tersendiri dan pasti demi kebaikan siswanya kelak.


Adhe Junaedi Sholat
Maret, 2018.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menakar Keterbukaan Media Sebagai Penyedia Informasi di Masyarakat.

OPINI-Adhe Junaedi Sholat “Media harus dievaluasi agar tidak sekedar basa basi. Saatnya media terbuka dan transparan". Akhir-akhir ini masyarakat diresahkan oleh penyebaran informasi yang tersebar luas di Internet, yang jika dicermati hanya sekadar basa basi tanpa didasari oleh fakta yang ada. Penyebaran informasi di negeri ini lambat laun mengalami fase kepudaran. Desain informasi yang syarat akan makna dan kebenaran, kini syarat akan kepalsuan yang didasarkan akan kepentingan yang tiada batas. Para penyebar informasi palsu tak mengenal ruang. Ujaran fitnah dan isu SARA kian hari semakin membludak dan mengadu domba masyarakat. Oknum media sosial memanfaatkan situasi yang ada, yang sarat dengan perseteruan karena racun benci dan dendam, menambah kekacauan karena politisasi isu SARA. Jika ini terus dibiarkan dan menganggap masalah ini adalah hal yang biasa-biasa saja, maka nasib bangsa ini semakin mengerdil dan tidak mencerminkan bangsa yang menjunjung nilai-nilai keadilan,

Gedung Baru Harapan Baru

Gedung Baru Harapan Baru Gambar diambil dari Washilah.com “semoga euforia ini menjadi pemicu untuk meningkatkan kualitas seorang mahasiswa dan alumni UIN Alauddin” Para mahasiswa, guru besar, pejabat universitas dan pegawai/dosen boleh tersenyum bangga. Karena hiruk-pikuk persiapan penyambutan kedatangan Wakil Presiden H. M Jusuf Kalla bulan lalu, terbilang sukses di mata mereka. Tanpa membahas lebih jauh, yang pasti sambutan/orasi ilmiah Pak Jusuf Kalla mengobati rasa rindu mahasiswa UIN Alauddin akan sosok orang penting di Indonesia. Sebab, rupanya sudah lama Universitas tercinta ini tidak masuk dalam daftar kunjungan Presiden atau Wakil Presiden ketika salah satunya sedang berkunjung ke Sulawesi Selatan.  Pagar, trotoar, jalanan dan yang lainnya didandani seindah mungkin. Umbul-umbul menari-nari ditiup angin. Termasuk sterilisasi gedung Auditorium oleh Pasukan Pengamanan Wakil Presiden. Sayangnya, hari itu seluruh kegiatan perkuliahan sengaja diliburkan, sehingga han

PEREMPUAN: BANYAK AKAL BANYAK JURUS

PEREMPUAN: BANYAK AKAL BANYAK JURUS Sesulit-sulitnya jadi (maha) siswi, ia selalu punya cara untuk bermain curang dan bahagia selanjutnya. (Maha) siswi juga bebas gosip sana-sini, membicarakan sesama teman perempuan maupun laki-laki, bebas mengeluh apa saja sama dosen dan di akun media sosial pribadinya, dan tetap merasa benar di kemudian hari.  Bagaimana dengan (maha) siswa? Tentu tidak bisa begitu. Ruang gerak laki-laki sungguh terbatas. Pihak birokrasi tentu akan segera memblok akun sosial media (maha) siswa yang nyinyir-nyinyir apalagi joget-joget di ruang jurusan terlebih talekang . Meski begitu, dari sepengetahuan teman, saya cukup tegar menghadapi kenyataan bahwa (maha) siswi dan (maha) siswa begitu dibedakan dalam hal mencuri hati birokrasi. (Maha) siswa yang tidak ber IPK tinggi dan tidak pandai melempar gagasan apa pun jika diskusi berlangsung di kelas, barangkali ditakdirkan dengan kesialan se-sial-sialnya (maha) siswa. Demi penjual ‘ pop-ais ’ saya yakin,