Langsung ke konten utama

Hal-Hal Yang Saya Amati di FEBI


Foto diambil dari kamera telepon genggam

Hal yang tidak pernah kita duga sama-sama adalah waktu mengantar kita lebih baik dari sebelumnya atau bahkan sebaliknya. Manfaatkanlah setiap kesempatan yang kita punya untuk saling menyayangi dan berbagi keseruan di antara kita. Sebab, kita mesti percaya kesempatan yang sekarang ada, akan berubah menjadi kesempitan yang sangat rentan hari esok.

***

Saya lahir di kampung di mana tidak ada kampus ternama dan berkualitas pada saat itu. Kuliah di kampus ternama dan berkualitas adalah cita-cita sedari masih duduk di bangku SMA. Saya marah, karenanya saya memutuskan untuk meninggalkan kampung saya untuk mendaftar di kampus negeri di Makassar dan membawa kemarahan itu sampai sekarang.

Dari dulu saya selalu ingin masuk di kampus yang kualitasnya bagus. Tapi, di kabupaten tempat saya menghabiskan masa kecil nan ria, hal semacam itu sama dengan urusan mencari jarum di dasar laut.

Ketika lulus SMA, pada 2013, saya melanjutkan kuliah dan berangkat ke Makassar hanya untuk mendaftar di salah satu kampus negeri dan memastikan satu kursi di sana.

***

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar adalah satu-satunya kampus yang menerima kemampuan saya untuk bisa mengimbah ilmu lebih lanjut. Selain UIN Alauddin, sebelumnya saya juga mendaftar di Universitas Hasanuddin dan Universitas Brawijaya Malang, namun sayang, jodoh saya berada di Samata (kampus UIN, Red).

Bersama mantan kekasih (semoga dia hidup bahagia bersama suami dan anak-anaknya) pada akhir September 2013, saya diantar menggunakan sepeda motor menuju kampus baru untuk menjalani masa OPAK (Ospek, Red). Di sana saya berkenalan dengan beberapa teman dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan, juga beberapa senior yang “pengen” dipanggil “kanda” (panggilan Kakak, istilah mahasiswa Makassar).

***

Selama hampir 4 tahun terakhir, bisa dibilang begitu, saya hidup di Makassar dan kuliah di jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, disingkat FEBI-meski saya sepenuhnya tidak setuju dengan singkatan nama itu. Selama itu, dan beberapa hal yang saya amati:


1. Ruangan menjadi sempit dan pengap, sebab mahasiswa semakin bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun. Masuknya mahasiswa baru tidak diimbangi oleh mahasiswa yang keluar (lulus), sehingga mengalami penumpukan yang juga meresahkan bagi pekerja cleaning service.

Foto diambil dari kamera telepon genggam

2. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam adalah satu-satunya fakultas Ekonomi di wilayah Indonesia timur yang benar-benar berasas pada Islam.


Foto diambil dari kamera telepon genggam

3. Kualitas mahasiswa FEBI tidak boleh dipandang sebelah mata lebih-lebih direndahkan. Sebab, sudah banyak pengakuan jika mahasiswa FEBI berprestasi di dalam maupun di luar kampus.



Foto diambil dari kamera telepon genggam

4. Majalah dinding fakultas menjadi sepi dan menjadi kusam (kurang pengunjung) sebab tidak ada informasi atau bahan bacaan menarik (tulisan) di sana. Banyak mahasiswa yang memilih untuk tidak memajang tulisan yang (pernah) ia tulis untuk dikonsumsi oleh mahasiswa lain, termasuk dosen.

***

Dari semua hal yang saya sebutkan di sepanjang tulisan ini sudah cukup untuk membuat kita — atau setidaknya saya — percaya bahwa FEBI adalah fakultas terbaik. Jika Anda sepakat dengan hal-hal yang ada di tulisan ini, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan. Pertama, menjadi alumni mahasiswa yang membawa nama baik kampus dan fakultas terlebih nama jurusan. Kedua, ajak teman atau adik Anda untuk kuliah di Universitas Islam Alauddin Makassar guna membangun karakter yang lebih baik dan tentu berasaskan pada Islam. Ketiga, yang paling ringan, sebarkan tulisan ini.

Terima kasih.

Adhe Junaedi sholat
Makassar, Juli 2017


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menakar Keterbukaan Media Sebagai Penyedia Informasi di Masyarakat.

OPINI-Adhe Junaedi Sholat “Media harus dievaluasi agar tidak sekedar basa basi. Saatnya media terbuka dan transparan". Akhir-akhir ini masyarakat diresahkan oleh penyebaran informasi yang tersebar luas di Internet, yang jika dicermati hanya sekadar basa basi tanpa didasari oleh fakta yang ada. Penyebaran informasi di negeri ini lambat laun mengalami fase kepudaran. Desain informasi yang syarat akan makna dan kebenaran, kini syarat akan kepalsuan yang didasarkan akan kepentingan yang tiada batas. Para penyebar informasi palsu tak mengenal ruang. Ujaran fitnah dan isu SARA kian hari semakin membludak dan mengadu domba masyarakat. Oknum media sosial memanfaatkan situasi yang ada, yang sarat dengan perseteruan karena racun benci dan dendam, menambah kekacauan karena politisasi isu SARA. Jika ini terus dibiarkan dan menganggap masalah ini adalah hal yang biasa-biasa saja, maka nasib bangsa ini semakin mengerdil dan tidak mencerminkan bangsa yang menjunjung nilai-nilai keadilan,

PEREMPUAN: BANYAK AKAL BANYAK JURUS

PEREMPUAN: BANYAK AKAL BANYAK JURUS Sesulit-sulitnya jadi (maha) siswi, ia selalu punya cara untuk bermain curang dan bahagia selanjutnya. (Maha) siswi juga bebas gosip sana-sini, membicarakan sesama teman perempuan maupun laki-laki, bebas mengeluh apa saja sama dosen dan di akun media sosial pribadinya, dan tetap merasa benar di kemudian hari.  Bagaimana dengan (maha) siswa? Tentu tidak bisa begitu. Ruang gerak laki-laki sungguh terbatas. Pihak birokrasi tentu akan segera memblok akun sosial media (maha) siswa yang nyinyir-nyinyir apalagi joget-joget di ruang jurusan terlebih talekang . Meski begitu, dari sepengetahuan teman, saya cukup tegar menghadapi kenyataan bahwa (maha) siswi dan (maha) siswa begitu dibedakan dalam hal mencuri hati birokrasi. (Maha) siswa yang tidak ber IPK tinggi dan tidak pandai melempar gagasan apa pun jika diskusi berlangsung di kelas, barangkali ditakdirkan dengan kesialan se-sial-sialnya (maha) siswa. Demi penjual ‘ pop-ais ’ saya yakin,

Kiat mudah (meski tidak mudah-mudah amat) mendapat pekerjaan setelah lulus kuliah

Jika ada orang yang mengatakan "Rejeki sudah ada yang atur", itu sepenuhnya tidak salah, karena yang mengatur adalah Anda sendiri.  Jaman sekarang tidak usah terlalu berharap mau mendapat pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikan (ijazah) kalau kenyataannya memang Anda tidak ahli di bidang itu. Nilai bisa bohong, pengetahuan tidak. Kalau pun ada yang mendapat pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikannya (ijazahnya), dan mungkin Anda salah satunya. Saya ucapkan selamat.  Tetapi jika Anda masih berpikir Anda harus bekerja sesuai dengan Ijazah? Anda salah. Menurut pengamatan, latar belakang pendidikan bukan lagi syarat utama untuk bekerja di satu instansi. Bukan maksud merendahkan, seolah kuliah bertahun-tahun tidak punya arti sama sekali selain hanya untuk mendapat selembar ijazah. Misalnya, dulu Anda kuliah jurusan A, tetapi malah diterima bekerja di bidang E. Tidak salah, syukur. Pencari tenaga kerja memang tidak menanyakan apa agamamu , eh maksud