Langsung ke konten utama

Penodaan Agama, Terorisme dan Ramadhan

Penodaan Agama, Terorisme dan Ramadhan
Oleh: Adhe Junaedi Sholat

"Salah satu keutamaan puasa di bulan Ramadhan yang mesti kita raih adalah terwujudnya kehidupan sosial dan bernegara yang damai dan bersih". Kata Komaruddin Hidayat.


Penodaan Agama
Melirik peristiwa yang akhir-akhir ini terjadi baik dalam negeri maupun luar negeri, penodaan agama dan ujaran kebencian masih saja terus kita saksikan. Dan, ini merupakan persoalan yang harus dihadapi seluruh negara di dunia. Tentu ini harus menjadi perhatian serius bagi Indonesia untuk memahami, bahwa tak seorang pun yang berhak mengerdilkan agama seseorang yang dipercayainya. Hal ini hanya akan menimbulkan situasi yang tidak nyaman bagi masyarakat minoritas di Indonesia. Belum lagi tindakan penodaan agama tercantum di dalam KUHP sehingga tentunya tindakan pidana penodaan agama akan langsung diproses karena dianggap sebagai hukum positif yang harus ditegakkan. Konstitusi Indonesia memang menjamin setiap warga negara untuk menyatakan pendapat dalam koridor demokrasi. Dan, toleransi dalam berpendapat adalah esensi dari demokrasi. Namun, ke semuanya itu tentunya tidak boleh melanggar hukum dan etika yang berlaku, sehingga yang bersangkutan tidak menimbulkan kontroversi yang dapat memicu terjadinya konflik SARA.

Penodaan agama dan ujaran kebencian merupakan persoalan serius yang ada di negeri ini. Lihat saja apa yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan tidak menutup kemungkinan juga terjadi di berbagai kota lainnya. Jangan sampai perkara penodaan agama dan ujaran kebencian ini menimbulkan gesekan horizontal di masyarakat sehingga berujung pada rasa ketidakpercayaan masyarakat kepada Pemerintah RI.

Keberagaman yang ada di dalam masyarakat, seperti perbedaan warna kulit, perbedaan ras, perbedaan agama, perbedaan suku dan budaya merupakan anugerah terindah yang Tuhan telah titipkan kepada negeri kita untuk dijaga dan dirawat sebagaimana yang tercantum dalam sila ketiga Pancasila. Keberagaman tersebut harus dipupuk dengan tidak mencampuradukkan agama dan politik dalam pemerintahan karena hal tersebut rentan akan perpecahan. Hak-hak dalam beragama telah dilindungi dalam Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan wajib dihormati.

Terorisme
Beberapa hari terakhir tindakan terorisme terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Tindakan seperti penikaman, bom bunuh diri dan penembakan terjadi di mana-mana. Sepertinya penumpasan terorisme di Indonesia belum maksimal, melihat begitu banyaknya tindakan terorisme yang terjadi baru-baru ini. UU terorisme sekarang ini belum mampu bekerja secara maksimal dalam menuntaskan terorisme di Indonesia. Untuk itu presiden RI Ir. Joko Widodo dalam pidatonya tempo hari meminta agar RUU terorisme segera disahkan oleh DPR RI.

Tindakan teror yang terjadi di Mapolda Medan dan di Masjid Alfatah Jakarta Selatan baru-baru ini menegaskan bahwa tindakan terorisme bisa terjadi kapan saja. Melihat tindakan teror yang sudah mengarah kepada kesatuan Polri, bapak Kapolri Tito Karnavian angkat bicara, ia mengatakan bahwa kesatuannya tidak takut sekali pun terhadap tindakan teroris yang meresahkan ini, bahkan Tito memerintahkan setiap anggotanya untuk melawan dan menindak tegas segala bentuk tindakan teroris yang terjadi di negeri ini.

Munculnya ISIS sebagai pelopor tindakan radikalisme dan  terorisme di Indonesia, bukan saja dikecam oleh warga negara Indonesia, melainkan seluruh warga negara di dunia. Benar saja, terorisme memang menjadi salah satu ancaman besar bagi setiap negara. Perlu kerja sama yang baik antar Pemerintah, Polri, TNI, Ulama dan Masyarakat, agar terjalin komunikasi yang baik terhadap sesama warga negara. Sisi lain, lingkungan dan sekolah-sekolah dan pesantren-pesantren perlu memberikan pemahaman agama yang baik dan rasional guna menumpas pemahaman radikal yang dapat menjadi ancaman bagi negeri ini.

Sama halnya dengan Polri, masyarakat tak boleh takut dengan terorisme, masyarakat perlu menunjukkan kekonsistenannya mencintai tanah air dengan melawan setiap tindakan radikalisme dan terorisme yang bermunculan di negeri ini, cukup dengan melaporkan segala tindakan yang dicurigai sebagai paham terorisme dan paham radikal yang terjadi di lingkungan masyarakat kepada pihak yang berwajib khususnya kesatuan Polri.

Ramadhan
Apakah yang didapat seseorang setelah bulan Ramadhan? Tentu saja jawabannya beragam. Secara normatif, bulan Ramadhan adalah bulan pengampun, diampuni segala dosa-dosa yang telah diperbuat di luar bulan Ramadhan dengan memenuhi perintah Allah untuk meraih rida-Nya. Namun, lebih dari itu, mestinya banyak hikmah yang dapat kita peroleh dengan berpuasa di bulan Ramadhan ini, mengingat perintah puasa di bulan suci itu bukan dimaksudkan untuk menyiksa hamba-Nya melalui lapar dan haus. Selain bagus untuk kesehatan fisik dan mental, berpuasa juga dapat mengantarkan kita kepada kesalehan sosial.

Kesalehan sosial menarik untuk dikaji lebih lanjut. Semua ibadah dalam Islam khususnya di bulan Ramadhan dituntut agar membuahkan kebajikan sosial. Dengan menghayati dan menjalani ibadah puasa, seseorang mestinya senantiasa menyebarkan kebaikan, kejujuran, kedamaian dan kenyamanan bagi siapa saja yang berada di sekitarnya. Jadi, sungguh ironis jika sebuah bangsa yang sedang melaksanakan ibadah puasa namun melakukan tindakan penodaan agama, mengumbar-umbar rasa kebencian dan melakukan tindakan terorisme.

"Salah satu keutamaan puasa di bulan Ramadhan yang mesti kita raih adalah terwujudnya kehidupan sosial dan bernegara yang damai dan bersih". Kata Komaruddin Hidayat. Aspek ini sangat bagus dikembangkan oleh para pendakwah dan aparat penegak hukum. Mengingat di negeri ini setiap bulan Ramadhan masjid-masjid selalu meriah, namun tindakan radikalisme dan terorisme masih saja tinggi.

Setelah bulan Ramadhan ini diharapkan menjadi bahan renungan bagi kita semua, agar segala tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam seperti, tindakan korupsi, penodaan agama, dan terorisme kian hilang di negeri ini. Dan, menjadikan negeri kita ini tetap menjunjung tinggi semangat toleransi antar umat beragama.

Mamuju, Juni 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menakar Keterbukaan Media Sebagai Penyedia Informasi di Masyarakat.

OPINI-Adhe Junaedi Sholat “Media harus dievaluasi agar tidak sekedar basa basi. Saatnya media terbuka dan transparan". Akhir-akhir ini masyarakat diresahkan oleh penyebaran informasi yang tersebar luas di Internet, yang jika dicermati hanya sekadar basa basi tanpa didasari oleh fakta yang ada. Penyebaran informasi di negeri ini lambat laun mengalami fase kepudaran. Desain informasi yang syarat akan makna dan kebenaran, kini syarat akan kepalsuan yang didasarkan akan kepentingan yang tiada batas. Para penyebar informasi palsu tak mengenal ruang. Ujaran fitnah dan isu SARA kian hari semakin membludak dan mengadu domba masyarakat. Oknum media sosial memanfaatkan situasi yang ada, yang sarat dengan perseteruan karena racun benci dan dendam, menambah kekacauan karena politisasi isu SARA. Jika ini terus dibiarkan dan menganggap masalah ini adalah hal yang biasa-biasa saja, maka nasib bangsa ini semakin mengerdil dan tidak mencerminkan bangsa yang menjunjung nilai-nilai keadilan,

PEREMPUAN: BANYAK AKAL BANYAK JURUS

PEREMPUAN: BANYAK AKAL BANYAK JURUS Sesulit-sulitnya jadi (maha) siswi, ia selalu punya cara untuk bermain curang dan bahagia selanjutnya. (Maha) siswi juga bebas gosip sana-sini, membicarakan sesama teman perempuan maupun laki-laki, bebas mengeluh apa saja sama dosen dan di akun media sosial pribadinya, dan tetap merasa benar di kemudian hari.  Bagaimana dengan (maha) siswa? Tentu tidak bisa begitu. Ruang gerak laki-laki sungguh terbatas. Pihak birokrasi tentu akan segera memblok akun sosial media (maha) siswa yang nyinyir-nyinyir apalagi joget-joget di ruang jurusan terlebih talekang . Meski begitu, dari sepengetahuan teman, saya cukup tegar menghadapi kenyataan bahwa (maha) siswi dan (maha) siswa begitu dibedakan dalam hal mencuri hati birokrasi. (Maha) siswa yang tidak ber IPK tinggi dan tidak pandai melempar gagasan apa pun jika diskusi berlangsung di kelas, barangkali ditakdirkan dengan kesialan se-sial-sialnya (maha) siswa. Demi penjual ‘ pop-ais ’ saya yakin,

Kiat mudah (meski tidak mudah-mudah amat) mendapat pekerjaan setelah lulus kuliah

Jika ada orang yang mengatakan "Rejeki sudah ada yang atur", itu sepenuhnya tidak salah, karena yang mengatur adalah Anda sendiri.  Jaman sekarang tidak usah terlalu berharap mau mendapat pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikan (ijazah) kalau kenyataannya memang Anda tidak ahli di bidang itu. Nilai bisa bohong, pengetahuan tidak. Kalau pun ada yang mendapat pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikannya (ijazahnya), dan mungkin Anda salah satunya. Saya ucapkan selamat.  Tetapi jika Anda masih berpikir Anda harus bekerja sesuai dengan Ijazah? Anda salah. Menurut pengamatan, latar belakang pendidikan bukan lagi syarat utama untuk bekerja di satu instansi. Bukan maksud merendahkan, seolah kuliah bertahun-tahun tidak punya arti sama sekali selain hanya untuk mendapat selembar ijazah. Misalnya, dulu Anda kuliah jurusan A, tetapi malah diterima bekerja di bidang E. Tidak salah, syukur. Pencari tenaga kerja memang tidak menanyakan apa agamamu , eh maksud